Hidup ini selalu penuh dengan berbagai macam perbandingan. Manusia tidak pernah berhenti membandingkan. Apakah hal yang satu lebih baik dari hal lainnya, apakah suatu kejadian lebih mengenaskan dari kejadian lain dan apakah hidup orang lain mebih mujur dibanding hidupnya. Setiap hari, setiap jam, dan bahkan setiap detik kita dikepung oleh pikiran-pikiran kita sendiri yang sudah terlalu terbiasa membandingkan. Karena itu, setiap hari kita disibukkan dengan menata hati dan pikiran untuk merespon pada hasil perbandingan itu; merasa senang saat kita ternyata lebih baik dan beruntung atau merasa sedih dan marah karena ternyata orang-orang di sekitar memiliki keberuntungan yang tidak kita miliki.
Akan tetapi, terkadang perasaan yang ditimbulkan oleh hasil perbandingan tersebut tidak lah sesederhana senang dan sedih. Kenyataan yang kita lihat sebgai hasil dari perbandingan itu ada kalanya membuat kita merasakan sesuatu yang jauh lebih kompleks daripada sekedar merasa baik atau buruk. Sebagai contoh, saat melihat seorang teman yang hidupnya berantakan dan masa depannya tidak cerah, sementara anda adalah seorang mahasiswa yang lumayan sukses, anda akam merasa beruntung di satu pihak namun merasa bersalah karena perasaan beruntung itu di pihak lain.
Saat melihat seseotang yang kita cintai bahagia dengan orang lain, perasaan seperti apa yang akan kita rasakan? Mungkin kita akan berbohong dan mengatakan bahwa kita bahagia untuknya, karena cinta kita adalah cinta yang tidak egois. Tapi kita juga bisa jujur dan mengakui apa adanya bahwa itu membuat kita terluka dan menangis. Bandingkan jika orang yang kita cintai tersebut menderita, apakah kita akan sesakit saat kita melihatnya bahagia bersama orang lain? Kalau cinta pun bisa menyebabkan perasaan membingungkan seperti itu, bagaimana dengan rasa benci?
Membenci berarti merasa tidak senang akan kehadiran seseorang, apalagi kebahagiannya. Pada teorinya, kita akan merasa sangat sakit jika ternyata orang yang kita benci selalu mendapatkan sesuatu yang lebih baik daripada apa yang kita dapat. Saat kita merasa bahwa kualitas kebahagiaan yang dia rasakan lebih baik daripada yang kita rasakan, apa sebenarnya yang kita inginkan untuk menghilangkan rasa sakit itu. Apakah kita berharap dia kehilangan semua keberuntungannya itu? Lalu bila itu terjadi, apakah kita yakin bahwa kita akn bahagia? Kita hanya akan menemukan orang lain dengan perbandingan lain untuk kembali merasakan rasa sakit yang sama.
Hidup akan selalu penuh dengan perabandingan. Kita hanya ditinggalkan dengan pilihan apakah akan terus larut dalam budaya membandingkan itu, ataukah berusaha menerima apapun yang kita atau orang lain miliki sebagai anugerah tuhan yang harus disyukuri. Karena setiap orang menjalani takdirnya masing-masing dan menerima bagiannya yang telah ditentukan untuknya. Jadi berhentilah membandingkan hal-hal yang tidak berada dalam satu tingkat Hidup akan selalu penuh dengan perabandingan. Kita hanya ditinggalkan dengan pilihan apakah akan terus larut dalam budaya membandingkan itu, ataukah berusaha menerima apapun yang kita atau orang lain miliki sebagai anugerah tuhan yang harus disyukuri. Karena setiap orang menjalani takdirnya masing-masing dan menerima bagiannya yang telah ditentukan untuknya.
Jadi berhentilah membandingkan hal-hal yang tidak berada dalam satu tingkat yang sama, sebagaimana kita tidak bisa membandingkan kepintaran anak SD dengan seorang professor, karena mereka pintar dalam ukurannya masing-masing.
No comments:
Post a Comment